KPU Berharap Peretas Situsnya Bisa Ditangkap

Jiromedia.com -Situs atau website Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) kerap diserang oleh peretas atau hacker. Berdasarkan IP address-nya, peretas tersebut datang dari dalam dan luar negeri. Saat ini KPU tengah  berkoordinasi dengan Polri untuk mencari peretas yang menyerang website KPU. Diharapkan dari koordinasi dengan Polri maka peretas situs KPU tersebut bisa segera ditangkap.

"Kalau nyerang ke web kita, itu memang ada terus dan itu bisa datang dari mana-mana. Kalau dilihat dari IP address-nya, itu datang dari dalam negeri dan luar negeri," kata Ketua KPU Arief Budiman  di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Arief belum memastikan peretas website KPU itu berasal dari negara mana. Ia baru akan mengungkapkan secara detail siapa dan dari negara mana, bila peretas tersebut bisa tertangkap oleh pihak berwajib. "Saya pikir nggak perlu saya sebut nama negaranya, kecuali kita sudah nangkap baru boleh disebut tapi nggak usah disebutlah negaranya. Dari IP address yang terdeteksi yang masuk ke sistem kita itu ada dari dalam negeri ada dari luar negeri," jelasnya.

Arief menegaskan ancaman peretas tersebut  tak mengganggu proses pemilu yang saat ini sedang digelar. Karena  ancaman peretas itu sudah bisa ditangani KPU. Oleh karena itu Arief menjamin website KPU tetap aman dari ancaman peretas. "KPU menjaga sistem kita aman, orang mau nyerang kan datang terus tapi kita berupaya membentengi supaya tetap aman sampai sekarang web kita," paparnya.

Sementara itu Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, saat ini KPU telah  berkoordinasi dengan Polri untuk mencari peretas yang menyerang situs KPU. Pihaknya berharap peretas itu bisa ditangkap. "Itu jalan terus (koordinasi dengan Polri) dan setiap ada serangan siber kita selalu koordinasi dengan Mabes Polri dalam hal ini cyber crime. Kita harapkan mereka bisa ungkap dan itu terbukti bisa ditangkap," jelasnya.

Viryan memaparkan, peretas situs KPU juga pernah terjadi pada Pilkada Serentak 2018. Menurutnya, peretas situs penyelenggara pemilu juga terjadi di beberapa negara. Ia menyebut peretas ini terjadi karena perkembangan dunia digital.

"Karena hajatan pemilu berdasarkan pengalaman 4 tahun terakhir di beberapa negara ini bukan hanya bicara konteks dinamika nasional tapi hubungan antarnegara. Contoh dalam 4 tahun terakhir baik Amerika, Eropa, Belanda, Prancis hal itu terjadi dan ini konsekuensi dari globalisasi artinya gimana kami berupaya meminimalisir potensi tersebut. Yang kami lakukan adalah bekerja sebaik mungkin," ujarnya.

Viryan menduga para peretas ini memiliki motif yang beragam mulai dari hanya ingin tahu hingga kesal kepada KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Ia pun meminta masyarakat yang tidak suka dengan KPU tidak melakukan hal tersebut. Lebih baik datang ke KPU dan berdiskusi bersama. "Bisa jadi ada yang kesal ada juga motif lain, atau yang ketiga, ya kalau ada motif lain kita berharap masyarakat di Indonesia jangan melakukan hal demikian, misalnya mengkritisi tahapan penyelenggara pemilu, silahkan bisa komunikasi dengan kita kan kita terbuka selama ini," paparnya. (ht)

Subscribe to receive free email updates: