Ada yang berbeda pada pemilu kali ini. Peran Babinsa atau bintara pembina desa dikebiri. Sejak era reformasi, dalam setiap pemilu dan pilpres, TNI AD –melalui aparat teritorialnya– selalu terlibat aktif dalam pemilu. Mereka mencatat dengan teliti hasil pemilu di tiap tempat pemungutan suara atau TPS. Dengan organisasi tertata rapi, disiplin, terlatih, memiliki struktur sampai tingkat kecamatan dan desa, TNI AD sangat cepat mendapatkan data resmi.
Data yang dimiliki TNI AD adalah data riil, bukan prediksi. Tidak ada istilah margin of error. Kalau ada kesalahan, hanya berasal dari kesalahan input, dan itu mudah disisir. Lalu, mengapa pada Pemilu 2019 fungsi Babinsa itu dikebiri? Benarkah langkah ini ditempuh karena apa yang sudah lazim dilakukan Babinsa itu bukan menjadi tugas pokok dan fungsi TNI AD? Ataukan ini adalah bagian dari upaya mencegah skenario kecurangan?
Sudirman Said punya sedikit jawaban soal itu. Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo-Sandiaga ini membaca penarikan Babinsa dari wilayah pemantauan pemilu — kemudian digantikan polisi– diikuti kecurangan secara massif. Ia mencugai pengambil peran Babinsa itu melakukan tindakan curang saat mengamankan kotak suara pemilu.
“Babinsa jadi konsen kita karena selama ini dua institusi ini jadi partner baik, saling dukung, menunjang dan cek-cek,” ujar Sudirman. Sayangnya, peran Babinsa itu dikurangi, ditarik di berbagai tempat, “diikuti cerita polisi membawa kotak suara ke gudang yang bukan tempat authoritative (berotoritas),” tambahnya.
Ya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa melalui sebuah instruksi melarang Babinsa mencari data C1 di TPS. Inti dari instruksi itu adalah memerintahkan kepada seluruh jajaran aparat komando wilayah (Apkowil) dalam hal ini Babinsa untuk menghentikan pencarian data C1 serta menghentikan laporan perolehan suara yang dikirimkan via WA ataupun email.
Instruksi KSAD tersebut viral. Perintah KSAD sangat serius dengan sanksi keras terhadap para Dandim dan para Aster Kotama. Tembusannya antara lain kepada para panglima Kodam, Kepala Staf Kodam, maupun Inspektur Kodam.
Rupanya, larangan pencarian C1 itu diikuti penarikan Babinsa dari pengamanan pemilu di sejumlah lokasi. Peran mereka digantikan polisi. Inilah yang mengundang kekhawatiran publik. Soalnya sudah sejak proses pemilu, netralitas polri diragukan.
Sudirman mengungkap penarikan Babinsa di Sumatera Utara dan di Balikpapan diikuti kecurangan di wilayah tersebut. “Polisi meminta lembar C1 ke petugas KPPS,” ujarnya. “Ada juga foto polisi minta C1 ke petugas-petugas di lapangan. Ini yang mesti dijelaskan instansi pemerintah,” ucap eks menteri ESDM tersebut.
Tradisi yang sudah berjalan selama ini, tugas mendata hasil C1 di kepolisian ujung tombaknya adalah Bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat). Bhabinkamtibmas adalah rekan kerja Babinsa di kelurahan atau desa hingga kecamatan.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, mengatakan pada dasarnya formulir C1 yang asli itu merupakan milik KPU, dan tidak boleh ada pihak lain yang meminta formulir asli C1 tersebut.
Tetapi tidak ada larangan bagi Babinsa maupun Bhabinkamtibmas untuk mencatat atau memfoto hasil C1. Tugas seperti itu sudah dilakukan sejak pemilu era reformasi 1999. Hasil pemilu bisa diketahui masyarakat dan bagian dari keterbukaan informasi publik.
Kewajiban Babinsa
Menurut Peraturan Kepala Staf TNI AD Nomor 19/IV/2008 tertanggal 8 April 2008, seorang Babinsa berkewajiban melaksanakan pembinaan teritorial (binter) sesuai petunjuk atasannya, yaitu komandan Komando Rayon Militer (Koramil).
Secara pokok, tugasnya mengumpulkan dan memelihara data pada aspek geografi, demografi, hingga sosial dan potensi nasional di wilayah kerjanya.
Babinsa menjadi ujung tombak informasi awal operasi militer selain perang, berupa operasi kemanusiaan TNI AD atau gabungan. Termasuk memberikan informasi awal terkini tentang kondisi dan situasi wilayahnya.
Ya, mereka memang memiliki tugas penting. Berhubungan langsung dengan keamanan, memelihara ketertiban serta deteksi dan pencegahan dini. Mereka juga yang pertama dan sering mendapatkan informasi, baik yang berkaitan dengan kejahatan, keamanan dan terorisme. Termasuk kondisi sosial politik saat pemilu, kali ini.
Mereka pihak pertama yang bisa mendeteksi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, sehingga bisa dicegah. Langkah preventif aktif. Maka wajar saja jika para Babinsa pun turut mencatat hasil pemilu melalui formulir C1.
Kemenangan Prabowo
Mari kita kembali ke Rabu malam (17/4) usai quick count sejumlah lembaga survei yang tayang di televisi dan memenangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal yang berbdeda terjadi di Kertanegara No. 4, Jakarta. Capres Prabowo Subianto mengklaim memenangkan Pipres 2019. Kemenangannya tidak tanggung-tanggung, 62%.
Sampai sekarang publik masih ragu dengan klaim itu. Lalu mempertanyakan dari mana datanya. Prabowo menyebut, data tersebut berasal dari perhitungan internal.
Kini, semua mulai terkuak. Selain data BPN, Prabowo punya pegangan data yang sangat kuat yang bersumber dari Mabes TNI AD. Ya, tentu saja melalui jalur Babinsa dan Koramil di seluruh Indonesia.
Rupanya kubu 01 mengendus hal itu. Para jenderal dan pensiunan jenderal di kubu tersebut pun berusaha menutup data BPN dari sumbernya. Dan itu tidak sulit. Andika pun segera mengeluarkan perintah agar proses pengumpulan hasil penghitungan suara (C1) itu dihentikan.
Alasan resmi yang disampaikan adalah karena kegiatan tersebut bukan menjadi tugas pokok dan fungsi TNI AD. Namun publik sudah membaca alasan sesungguhnya tentu bukan itu. Jatuhnya data tersebut ke tangan para jenderal di kubu Prabowo membuat skenario kecurangan Paslon 01 bisa terbongkar.
Kini semua sudah terbuka. Dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya publik akhirnya juga bisa menarik benang merah bahwa upaya pemenangan pilpres bagi Jokowi sudah jauh-jauh hari dilakukan. Termasuk ketika bagaimana Presiden memutuskan mengangkat Andika yang menantu Hendropriyono menjadi KSAD. Hendro adalah pensiunan jenderal yang berada di kubu Jokowi.
Satu per satu kecurangan itu tersaji di depan mata kita. Jika benar ada yang berniat menipu dan mencurangi Prabowo, sungguh mereka keliru. Karena yang mereka tipu dan curangi sesungguhnya kita, seluruh rakyat Indonesia.(*)