Fiera Lovita: Mereka Menuduh Saya Bispak, PKI, Murtad

Korban persekusi berjatuhan. Sebabnya, karena menulis status di Facebook yang isinya menyentil pimpinan FPI Rizieq Shihab.

Mereka kemudian diintai, diburu, dan diancam karena dituding menghina ulama dan agama Islam. Seperti yang dialami Dokter para Rumah Sakit Umum Daerah Solok Fiera Lovita, bocah PM di Jakarta Timur PMA (15 tahun) --remaja yang menghina Habib Rizieq, dan dosen pada Universitas Indonesia Ade Armando.

Tapi gerak polisi, kalah cepat. Saat korbannya sudah mencapai puluhan, polisi baru bertindak. Terakhir dengan mencopot Kapolres Solok. 

Kapolres Solok Kota AKBP Susmelawati Rosya dicopot dari jabatannya oleh Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Susmelawati dimutasi menjadi Kepala Bagian Perawatan Personel Biro SDM (Kabagwatpers ROSDM) Polda Sumatera Barat. Dan dalam kasus persekusi terhadap PMA, polisi menangkap dua pelaku penganiayaan.

Pemimpin Front Pembela Islam yang menjadi tersangka kasus dugaan percakapan yang mengandung konten pornografi, Rizieq Shihab, tampaknya belum akan kembali ke tanah air dalam waktu dekat. (capture video)

Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksiKantor Berita Radio (KBR).
Mereka diintai, diburu, dan diancam hanya karena bersuara di jejaring media sosial.

Isinya kira-kra menyentil pimpinan FPI Rizieq Shihab yang kini terbelit kasus pornografi dan kerap mangkir dari panggilan kepolisian. Belakangan, Rizieq ketahuan berada di Arab Saudi.

“Pada 19-21 Mei 2017, saya membuat status Facebook sebagai berikut: Kalau tak salah kenapa kabur? Toh ada 300 pengacara dan 7 juta umat yang akan mendampingimu. Jangan kabur lagi ya bib. Kadang fanatisme sudah membuat akal sehat tak berfungsi. Sudah zina kabur lagi, masih dipuja dan dibela. Masih ada yang berkoar ulamanya mesum difitnah,” ujar Fiera Lovita, dokter di Solok, Sumatera Barat, yang menjadi korban persekusi.

Sehari setelahnya, status itu menyebar liar. Facebooknya pun dibanjiri permintaan pertemanan. Muncul kemudian rasa khawatir.

Para pelaku pesta seks yang kebanyakan anak di bawah umur di sebuah apartemen. (World of Buzz)

“Setelah membuat status tersebut, saya ajak anak liburan dilanjutkan bermain. Malamnya saya buka Facebook dan banyak minta permintaan pertemanan, lebih dari 100 orang. Beberapa akun membagikan status saya ditambahi dengan narasi dan kekerasan yang provokatif. Yang mengajak orang membenci saya. Status saya viral di Facebook terutama di Solok. Karena khawatir, saya pun menutup akun saya,” ungkap Lovita.

Kekhawatiran Fiera Lovita, terbukti. Ia diperiksa Kepolisian Solok terkait status Facebooknya dan mengatakan kalau dirinya diincar kelompok FPI.

Benar saja, begitu keluar dari ruang pemeriksaan, sejumlah orang berjubah berjanggut berkopiah menggeruduknya.

“Setelah diinterogasi oleh pihak kepolisian, sekitar jam 1 siang. Pada 22 Mei, saya dan anak-anak turun ke parkiran. Setelah masuk ke mobil ternyata mobil saya dikelilingi oleh beberapa orang berjubah, berjangkut, berkopiah. Mereka mengetuk-ngetuk jendela mobil. Saya telepon kasat intel. Saya buka pintu untuk komunikasi dan bicara dengan utusan FPI. Mereka minta saya tidak menulis status di Facebook, minta maaf. Kemudian mereka minta saya membuat surat pernyataan minta maaf dengan tulisan tangan saya dan diposting di Facebook saya,” ujar Lovita.

Aurel dan Ashanty (instagram)

Permintaan maaf dengan tulisan tangan di selembar kertas itu kemudian difoto dan dipajang di Facebooknya, pukul 13.32 WIB pada tanggal 22 Mei 2017. Isinya ia meminta maaf pada pihak yang merasa tersinggung.

Perempuan berusia 40 tahun ini, betul-betul merasa sendiri. Tak ada yang menolong atau memberi dukungan.

Bahkan, atasannya juga memintanya menghapus data di Facebooknya yang merujuk pada tempat ia bekerja. Dia pun menurut.
Hanya saja, persoalan yang mendera Fiera Lovita tak berhenti di situ.

“Keesokan harinya Selasa, 23 Mei, anak-anak ke sekolah. Saya mengantar ke sekolah dan kerja. Setelah mengantar saya dapat telepon ke kantor. Ternyata di kantor, banyak orang berjubah dan mobil polisi. Saya panik. Banyak orang mencari saya tapi saya nggak menjawab. Saya memenui dokter Fahmi ada ormas dan FPI mau bertemu saya. Saya diminta tak menjawab dan patuh. Kalau ingin selamat dan kasus ini tidak berlanjut,” ungkap Lovita.

“Akhirnya saya dibawa ke ruang pertemuan dengan ormas FPI dan polisi, kasat intel, dan rumah sakit. Saya diminta menyampaikan permintaan maaf dan menyesal. Tidak akan mengulangi lagi. itu saya ucapkan dengan terbata-bata, menahan tangis dan perasaan campur aduk karena saya di bawah tekanan dan takut. Saat pertamuan itu saya berjanji tidak akan mengulangi lagi,” tambahnya.

Surat permintaan maaf kedua itu diketik. Isinya memohon maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Tertera di surat itu, tandatangan Fiera di atas materai dan tujuh pihak sebagai saksi; FPI Kota Solok, Kapolsek Kota Solok, dan Ormas Islam Kota Solok seperti FMPI, IKADI, FMM, dan GNPF. Namun, ancaman lagi-lagi datang.

“Saya berpikir, dengan pertemuan akan selesai ternyata tidak. Foto pertemuan tersebut jadi viral di media sosial. Mereka membicarakan saya. Pertemuan yang mestinya jadi damai, tak cukup. Foto ditambahi dengan hinaan pada saya. Bahkan status saya sebelumnya digulirkan sehingga masyarakat makin membenci saya karena dianggap menghina ulama dan menghina Islam. Bahkan mereka mengatakan akan membunuh, menuduh saya bispak, dan menuduh saya PKI/Komunis, murtad,” ujar Lovita.

Fiera Lovita akhirnya memilih pergi dari Solok demi keselamatannya dan anak-anaknya.

Kasus serupa juga dialami beberapa orang lain, mereka diburu, diancam, karena menulis status di Facebook. Bocah berusia 15 tahun di Jakarta Timur, PM, sampai trauma.

Kini, ia berada dalam perlindungan Kementerian Sosial. Kepala BRSA Kementerian Sosial, Neneng Heryani, mengatakan akan menjamin pendidikan PM dan saudaranya.

Tapi yang utama, memulihkan trauma korban.

“Kami akan adakan pemeriksaan kesehatan terkait masih trauma atau tidaknya psikologi Mario, kami juga akan memenuhi kebutuhan sehari-harinya selama kami tangani, juga beberapa terapi lanjutan dan terapi trauma hiling. Yang terpenting Mario dan adik-adiknya tidak akan putus sekolah, kami akan advokasi ke beberapa sekolah agar mereka bisa kembali sekolah,” ujar Neneng.

Korban lainnya, pengajar di Universitas Indonesia, Ade Armando. Dia sempat mengunggah status di Facebook mengenai Rizieq Shihab.

Lewat telepon dan media sosial, Ade Armando dimaki hingga diancaman dibunuh.

“Saya dikatain kafir, tahi, anjing, hati-hati kau di jalan, nanti kami datangi dan seterusnya seperti itulah. Saya kan banyak buat postingan, misalnya mereka bilang jangan hina ulama kami, paling begitu kalimatnya,” ujar Ade.

Menurut catatan SafeNET, sepanjang Mei hingga awal Juni lebih dari 60 orang menjadi korban presekusi kelompok intolen di beberapa daerah.

Persekusi artinya pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas.

Belakangan, Kepolisian mencopot Kapolsek Solok, Sumatera Barat, karena disebut tidak tegas menindak para pelaku persekusi. Sementara di Jakarta, polisi menangkap dua pelaku penganiayaan terhadap bocah PM.

Banyaknya korban persekusi, membuat sejumlah LSM membentuk Koalisi Antipersekusi. Koalisi bakal mengumpulkan laporan dan mengadvokasi korban.

Anggota Koalisi, Ria Asfinawati, mengatakan maraknya presekusi karena pemerintah dan aparat hukum lamban menindak.

“Misalnya tanggal 19 Mei, peristiwanya terjadi di Klaten, Tangerang, Jambi, Palangkaraya dan Bandung. Karakter digital kan melintasi ruang dan waktu secara cepat. Kalau zaman dulu meluasnya bisa ditahan. Kalau zaman sekarang bisa membahayakan orang yang ditarget,” ujar Ria.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :