Demikian dikutip detikFinance dari Reuters, Selasa (3/7/2018). Dalam satu jam terakhir, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terpantau terus merangkak naik, di mana rupiah bergerak dari level Rp 14.385 hingga Rp 14.450 sepanjang hari ini.
Sementara mata uang Rusia dan Australia juga ikut terdepresiasi oleh dolar AS, mata uang negara lain tampak menunjukkan penguatan. Mata uang yang berhasil melawan dolar AS di antaranya euro, Swiss franc, Canadian dollar, British pound, China yuan renminbi, dan Hong Kong dolar.
Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, kembali menguatnya dolar AS tersebut disebabkan oleh berbagai faktor.
"Kalau rupiah kan dia tergantung gerak dari supply dan demand. Global volatility membuat beberapa di internasional itu pergerakan dari portofolio internasional di pasar uang," katanya.
Suahasil juga menjelaskan, saat ini suku bunga acuan AS juga masih lebih tinggi yakni 2%. Hal itu membuat pelaku pasar lebih memilih menaruh uangnya di sana. Terlebih kata dia, bank sentral AS atau The Fed bakal kembali menaikkan suku bunga acuannya.
"Dari emerging market masuk ke Amerika (Serikat), sehingga uang keluar dari emerging market lalu dia masuk ke Amerika karena suku bunga Amerika relatif lebih tinggi dan diperkirakan masih akan naik," ungkapnya.
Sementara Pengamat Ekonomi Fuad Bawazier meminta kepada pemerintah untuk tidak terus menyalahkan kondisi global ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.
Fuad menyebut inti melemahnya rupiah adalah suplai dolar atau pemasukan dolar ke ekonomi Indonesia lebih kecil dari permintaan atau kebutuhan akan dolar, maka rupiah melemah. Artinya, menurut dia ini terjadi karena defisit transaksi berjalan Indonesia tahun ini diperkirakan US$ 25 miliar.
"Defisit atau ketekoran inilah sumber utama melemahnya rupiah terhadap dolar. Jadi jangan bingung atau terus menerus menyalahkan ekonomi global dan sebagainya," kata Fuad. [dtk]